1. Hukum Perdata yang Berlaku Di
Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal
pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian
semacam ini.
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia
adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan
Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah
dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya mengenai
UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
2. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum
perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris
Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum
Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum
perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri
Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan
Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper.
Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda
tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi
yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
·
BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata-Belanda).
·
WVK [atau yang dikenal dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan,
kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin
dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
3. Pengertian dan Keadaan Hukum
Perdata di Indonesia
Yang
dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan di dalam masyarakat. Perkataan
Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan
dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana. Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan
perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai
lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja,
untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan
pengertian dan Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di
dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara
timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Disamping
Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang
artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya
melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Di dalam pengertian
sempit kadang-kadang Hukumi Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.
Keadaan
Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai
keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih beisifat
majemuk yaitu masih beraneka warna Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2
faktor yaitu :
1.
Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena
negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.
Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang
membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
a.
Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b.
Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
c.
Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Pasal
131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang diberlakukan bagi masing- masing
golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di atas.
Adapun hukum yang
diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
a.
Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum Perdata dan
Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum
Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkondansi.
b.
Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum
Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat,
dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup
dalam tindakan-tindakan rakyat.
c.
Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing,
dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab)
diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk segala
golongan warga negara berlainan sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan
Bangsa Indonesia Asli
Berlaku
Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum
yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan
rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b. Untuk golongan warga
negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku
kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu
pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada
bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :
Upacara
yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pemikahan Hal ini tidak
berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu
Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya
untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau
Eropah (antara lain Arab, India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu
hanya bagian—bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda
(Vermororgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan
(Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan
Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah
Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi
pemerintah HIindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131
(I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75
RR (Regerings reglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.
Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena Hukiun Acara Perdata
dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2.
Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan yang berlaku di
negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).
3.
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan
lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4.
Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan
di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan
diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini boleh dilakukan
baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka
bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka,
yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan
pedoman tersebut di atas, di jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia
Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
— Perjanjian kerja
perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
— Pasal 1788-1791 BW
perihal hutang-hutang dari perjudian (staatsblad 1907 no 306)
—
Dan beberapa pasal dan WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum
Laut(Staatsblad 1933 no 49)
Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
— Ordonansi Perkawinan
bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74).
—
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570
berhubungan dengan no. 717).
Dan ada pula peraturan
- peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
— Undang-undang Hak
Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
— Peraturan Umum
tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
— Ordonansi Woeker
(Staatsblad 1938 no 523)
— Ordonansi tentang
pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).
4. Sistematik Hukum Perdata Di
Indonesia
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku
I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan
hukum kekeluargaan.
Buku
II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya diatur hukum kebendaan dan hukum
waris.
Buku
III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban
timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku
IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang
alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa
itu.
Pendapat yang kedua
menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri
seseorang (pribadi).
Mengatur tentang
manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk
memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu
dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal
hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
—
Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan
istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III. Hukum Kekayaan
Mengatur
prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan
tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak
dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan
terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya
dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak
tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang
memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak
kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat
terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak
memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
— Hak seorang pengarang
atas karangannya
—
Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Hmu Pengetahuan atau hak
pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur
tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum
Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta
peninggalan seseorang.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar