Selasa, 27 November 2012

Tulisan kelompok Ekonomi Koperasi ( Pencarian UKM dalam perhitungan SHU Koperasi )


EKONOMI KOPERASI
“PENCARIAN UKM DALAM PERHITUNGAN SHU KOPERASI”


Disusun Oleh :
·    Clarisa Trisqi Haryadini         ( 21211680 )
·    Linda Rustiani                        ( 24211109 )
·    Sukma Sariningtyas               ( 28211626 )
·    Syifa Yusnika                          ( 27211003 )
·    Nurul Astuti                           ( 25211389 )

         Kelas: 2EB24


Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Universitas Gunadarma
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kegiatan koperasi, peran SHU sangat penting dalam pembagian hasil. Pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. SHU (Sisa Hasil Usaha) adalah salah satu tujuan mendapatkan laba dengan ikut bergabung menjadi anggota koperasi. SHU sama artinya dengan deviden pada badan usaha yang pembagian hasilnya dilakukan dengan adil. Dasar hukum SHU terdapat pada pasal 45, ayat (1) UU No.25 Tahun 1992.
B. RUMUSAN MASALAH
Pada penulisan makalah ini dapat kita rumuskan beberapa kajian untuk pembahasan materi ini, yaitu:
1.
Pengertian dan tujuan SHU Koperasi ?
2. Cara menghitung pembagian SHU ?
3. Cara menghitung persentase JUA danJMA ?
4. Cara menghitung AE dan MU ?
C. TUJUAN PENULISAN
Untuk memberikan informasi tambahan untuk penulis dan pembaca berupa pengertian dan perhitungan SHU Koperasi, maka dari itu kami membuat makalah ini sebagai penyelesaian tugas softskill mata kuliah Ekonomi koperasi yang berjudul "PENCARIAN UKM DALAM PERHITUNGAN SHU KOPERASI"



BAB II

TEORI

SHU atau kepanjangan dari Sisa Hasil Usaha adalah merupakan salah satu tujuan kita mendirikan koperasi atau ikut tergabung menjadi keanggotaan koperasi.

SHU merupakan keuntungan berupa laba bersih usaha koperasi selama satu tahun buku, setelah dikurangi beban pajak dan biaya penyelenggaraan RAT. SHU sama artinya dengan deviden pada badan usaha perseroan.

SHU Koperasi  cara pembagiannya tentunya tidak sembarangan dan harus melalui proses perhitungan dan prosentase pos-pos  sesuai dengan yang tersurat dalam Anggaran Dasar  (AD) Koperasi itu sendiri, jika anda adalah seorang pengurus Koperasi atau seseorang yang dipercaya sebagai akunting koperasi maka anda wajib mengetahu prosentase pos-pos pembagian SHU dan Rumus bagaimana SHU itu sampai ke anggota atau penerima sesuai dengan jumlah pos yang tercantum dalam Anggaran Dasar.

Mekanisme Pembagian SHU dimulai dari hasil akhir perhitungan Laba Rugi Koperasi, Selanjutnya Keuntungan Akhir Koperasi tersebut dikurangi pajak dan biaya penyelenggaraan RAT. Setelah mendapatkan angka berapa SHU bersih yang akan dibagikan kepada pos-pos penerima SHU.

Sesuai dengan perundang undangan kopesi indonesi pembagian SHU KOPERASI “biasanya” dibagi atas bagian-bagian yang telah disebutkan sebelumnya. Dikatakan “biasanya” karena pembagian SHU KOPERASI tetap harus sesuai dengan keputusan anggota di RAT yang dituangkan dalam AD/ART.


Pembagian yang “ideal” dan biasa dipakai pada koperasi di Indonesia adalah sebagai berikut:

Cadangan                                                           : 40%

SHU KOPERASI Dibagi pada anggota           : 40%

Dana pengurus                                                  : 5%

Dana karyawan                                                 : 5%

Dana Pembangunan Daerah / Pendidikan       : 5%

Dana sosial                                                        : 5%

Dengan menggunakan model matematika, SHU KOPERASI per anggota dapat dihitung
sebagai berikut.

SHU KOPERASI= JUA + JMA


dengan:
JUA = Ta/Tk(AE)
JMA = Sa/Sk(MU)
dan:
AE=70% X SHU yang dibagikan ke anggota
MU=30% X SHU yang dibagikan ke anggota

dimana:
SHU KOPERASI      : Total Sisa Hasil Usaha per Anggota
JUA                            : Jasa Usaha Anggota
JMA                          : Jasa Modal Anggota
AE                             : SHU KOPERASI Aktivitas Ekonomi
MU                           : SHU KOPERASI Anggota atas Modal Usaha
Ta                             : Total transaksi Anggota
Tk                             : Total transaksi Koperasi
Sa                             : Jumlah Simpanan Anggota
Sk                             : Simpanan anggota total




BAB III
PEMBAHASAN
Contoh:
SHU KOPERASI Koperasi Sejahtera setelah Pajak adalah Rp7.500.000,-

Jika dibagi sesuai prosentase Pembagian SHU KOPERASI koperasi seperti contoh yang disampaiakan sebelumnya maka diperoleh:

Cadangan                                                    : 40 %  => 40% x Rp7.500.000,-= Rp3.000.000,-

SHU KOPERASI Dibagi pada anggota    : 40% => 40% x Rp7.500.000,-= Rp3.000.000,-

Dana pengurus                                            : 5 %  => 5% x Rp7.500.000,-= Rp375.000,-

Dana karyawan                                           : 5 %   => 5% x Rp7.500.000,-= Rp375.000,-

Dana Pembangunan Daerah / Pendidikan 
: 5 % => 5% x Rp7.500.000,-= Rp375.000,-

Dana sosial                                                  : 5 % => 5% x Rp7.500.000,-= Rp375.000,-

Yang bisa dibagi kepada anggota adalah SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 %
Atau dalam contoh diatas senilai Rp3.000.000,-

Maka Langkah-langkah pembagian SHU KOPERASI adalah sebagai berikut:

1. Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi (AE) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha (MU) adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas

AE= 70% x Rp3.000.000,-
    = Rp2.100.000,-

MU= 30% x Rp.400.000,-
     = Rp900.000,-

2. Dari transaksi diatas, misalkan Dika bertransaksi Rp1.000.000,- dalam 1 tahun.
Total transaksi seluruh anggota sebesar Rp15.000.000,-.
Dan total simpanan seluruh anggota sebesar Rp1.750.000,-.
Berapakah SHU yang diterima Dika?
Jawab=
JUA = Rp1.000.000/ Rp15.000.000 (Rp2.100.000)= Rp140.000,-
JMA = Rp1.750.000/ Rp15.000.000(Rp900.000) = Rp105.000,-
SHU= Rp140.000 + Rp105.000= Rp245.000,-
Jadi, SHU yang diterima Dika sebesar Rp245.000,-


BAB IV

KESIMPULAN

Jadi SHU merupakan untuk mencari laba/keuntungan koperasi dalam satu tahun. Pembagian SHU dilakukan tidak semata-mata berdasarkan pada modal yang dimiliki seorang dalam koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota tehadap koperasinya. Dengan rumus perhitungan SHU Koperasi = JUA + JMA dan pembagian SHU harus sesuai dengan keputusan dari anggota RAT.

DAFTAR PUSTAKA


Selasa, 16 Oktober 2012

Koperasi merupakan Soko guru

EKONOMI KOPERASI


Nama   : Syifa Yusnika

Npm     : 27211003

Kelas    : 2EB24




2. Koperasi merupakan soko gurunya (kekuatan) perekonomian. Jelaskan makna tersebut ?
    Koperasi Indonesia sebenarnya merupakan salah satu badan usaha yang ada dalam perekonomian Indonesia. Keberadaannya diharapakan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi menjadi soko guru (kekuatan) perekonomian Indonesia.Maksud dari koperasi merupakan soko guru (kekuatan) dalam perekonomian Indonesia adalah Dengan adanya koperasi akan memperkuat perekonomian di Indonesia,karena pada dasarnya Koperasi itu "oleh kita untuk kita".  

    Atas dasar itu seharusnya Koperasi dibangun, karena koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat. Yaitu mereka yang terdiri oleh orang orang kecil (kurang mampu) dan lemah. Yang jika bergabung bersama akan menjadi kekuatan besar. Itulah makna Koperasi merupakan Soko gurunya dalam perekonomian indonesia. 



EKONOMI KOPERASI

 EKONOMI KOPERASI

Nama    : Syifa Yusnika
Npm      : 27211003
Kelas    : 2EB24




1. Saran atau Pendapat saya tentang bagaimana supaya koperasi itu dapat maju dan   berkembang ?
       Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Keadaan koperasi di indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan belanda sampai saat sekarang ini. Keadaan koperasi saat ini memang cukup menarik perhatian masyarakat karena sistem kerjanya yang belum bisa professional dan maksimal. Koperasi telah membantu perekonomian diindonesia untuk kalangan bawah, yang dapat memberikan pinjaman atau simpanan untuk warga yang kurang mampu. Koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang.
       Masyarakat ingin memajukan koperasi di Indonesia,  agar koperasi di indonesia lebih maju dan dapat bersaing dengan koperasi di negara-negara lain yang pastinya sudah lebih maju. berikut ini merupakan cara memajukan Ekonomi Koperasi :

  • Meningkatkan kualitas Sumber Daya Alam (SDA) & Sumber Daya Manusia(SDM), Meningkatkan kinerja anggota koperasi dan meningkatkan daya jual koperasi. Saya juga akan menghimbau pengurus dan anggotanya agar harus berani mencari peluang serta membuat terobosan-terobosan baru secara cerdas supaya tidak tertinggal atau tidak kalah bersaing dengan badan usaha lain.
  • Meningkatkan daya jual koperasi. Membuat masyarakat indonesia tertarik dengan barang-barang yang dijualkan di koperasi sehingga masyarakat membeli barang barang di koperasi, karena dengan cara itu bisa kita bisa memajukan koperasi.
  • Membuat Spanduk dan menyebarkan brosur. Agar masyarakat dapat mengetahui dan  dengan cara ini juga diharapkan dapat menarik investor yang ingin menanamkan modalnya dikoperasi.
dengan cara ini diharapkan koperasi dapat lebih berkembang dan maju. Karena koperasi merupakan salah satu sektor Perekonomian di Indonesia. koperasi di Indonesia juga dharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dengan ini kita sebagai masyarakat Indonesia harus memajukan dan mensejrahtakan ekonomi koperasi di Indonesia.


     

Selasa, 08 Mei 2012

BANK INDONESIA



BAB I.
PENDAHULUAN
            Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasehat. Di tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah sempat dilebur ke dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu, Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan bantuan Dewan Moneter. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi dipimpin oleh Dewan Moneter. Setelah orde baru berlalu, Bank Indonesia dapat mencapai independensinya melalui UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lain. Namun, dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan, Bank Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
Setelah berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama untuk membiayai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi perekonomian, lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia.
            Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI) pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring (PPM) pada 2004.
BAB II
ISI
A. SEJARAH BANK INDONESIA
            Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya. Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
            Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
B. SISTEM PEMBAYARAN
            Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam Undang-Undang (UU) No. 11/1953 ditetapkan bahwa Bank Indonesia (BI) hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai lima rupiah ke atas, sedangkan pemerintah berwenang mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah. Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun 1952 dalam tujuh pecahan. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 13/1968, BI mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi menerbitkan uang kertas dan uang logam. Uang logam pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah emisi tahun 1970. Pada era 1990-an, BI mengeluarkan uang dalam pecahan besar, yaitu Rp 20.000 (1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999). Hal itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan perkembangan ekonomi yang tengah berlangsung saat itu.
            Sementara itu, dalam bidang pembayaran non tunai, BI telah memulai langkahnya dengan menetapkan diri sebagai kantor perhitungan sentral menjelang akhir tahun 1954. Sebagai bank sentral, sejak awal BI telah berupaya keras dalam pengawasan dan penyehatan sistem pembayaran giral. BI juga terus berusaha untuk menyempurnakan berbagai sistem pembayaran giral dalam negeri dan luar negeri. Pada periode 1980 sampai dengan 1990-an, pertumbuhan ekonomi semakin membaik dan volume transaksi pembayaran non tunai juga semakin meningkat. Oleh karena itu, BI mulai menggunakan sistem yang lebih efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi pembayaran non tunai. Berbagai sistem seperti Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dengan basis personal computer dan Sistem Transfer Dana Antar Kantor Terotomasi dan Terintegrasi (SAKTI) dengan sistem paperless transaction terus dikembangkan dan disempurnakan. Akhirnya, BI berhasil menciptakan berbagai perangkat sistem elektronik seperti BI-LINE, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Real Time Gross Settlement (RTGS), Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), kliring warkat antar wilayah kerja (intercity clearing), dan Scriptless Securities Settlement System (S4) yang semakin mempermudah pelaksanaan pembayaran non tunai di Indonesia.
C. STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA
1.      Lembaga Negara yang Independen
            Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
2.      Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
D. TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA
            Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:
  • Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
  • Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
  • Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
E. AKUNTABILITAS
            Undang-Undang Bank Indonesia No. 23/1999 menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi dalam setiap pelaksanaan tugas, wewenang dan anggaran Bank Indonesia. Akuntabilitas dan transparansi yang dituntut dari Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Dari segi pelaksanaan tugas dan wewenang, prinsip akutabilitas dan transparansi diterapkan dengan cara menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media massa, pada setiap awal tahun, mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya, serta rencan kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang. Informasi tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR.
            Sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR, Bank Indonesia juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR setiap triwulan atau sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Demi tercapainya transparansi di bidang anggaran, Bank Indonesia berkewajiban menyampaikan anggaran tahunannya kepada DPR. Disamping itu, Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia juga disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diteliti dan diumumkan kepada masyarakat melalui media massa.
            Bank Indonesia juga diwajibkan menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Masih merupakan bagian dari transparansi, Bank Indonesia secara berkala menerbitkan berbagai publikasi seperti Laporan Mingguan, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, Laporan Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter, dan Laporan Tahunan.
F. KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA
            Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
·         Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
·         Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
·         Kerjasama BI dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif.
G. HUBUNGAN KERJASAMA INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA
            BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin kerjasama internasional meliputi bidang-bidang :
  1. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing
  2. Penyelesaian transaksi lintas negara
  3. Hubungan koresponden
  4. Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku bank sentral
  5. Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.
Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain :
  1. The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
  2. The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA)
  3. The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP)
  4. ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
  5. Bank for International Settlement (BIS)
Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain :
  1. Association of South East Asian Nations (ASEAN)
  2. ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
  3. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
  4. Manila Framework Group (MFG)
  5. Asia-Europe Meeting (ASEM)
  6. Islamic Development Bank (IDB)
  7. International Monetary Fund (IMF)
  8. World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
  9. World Trade Organization (WTO)
  10. Intergovernmental Group of 20 (G20)
  11. Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
  12. Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer
H. KURS BANK INDONESIA
KURS TRANSAKSI BANK INDONESIA
Update Terakhir 27 April 2012
Kode Singkatan
Mata Uang
Nilai
Kurs Jual
Kurs Beli




AUD
1.00
9,585.12
9,487.81
BND
1.00
7,434.60
7,359.95
CAD
1.00
9,370.94
9,276.66
CHF
1.00
10,143.88
10,039.53
CNY
1.00
1,471.01
1,456.35
DKK
1.00
1,638.31
1,621.85
EUR
1.00
12,187.83
12,064.59
GBP
1.00
14,944.77
14,793.16
HKD
1.00
1,190.45
1,178.44
JPY
100.00
11,415.15
11,297.26
KRW
1.00
8.14
8.06
MYR
1.00
3,029.69
2,996.56
NOK
1.00
1,606.71
1,589.68
NZD
1.00
7,516.26
7,435.90
PGK
1.00
4,747.30
4,334.26
PHP
1.00
217.68
215.36
SEK
1.00
1,373.36
1,357.72
SGD
1.00
7,434.60
7,359.95
THB
1.00
299.29
295.92
USD
1.00
9,236.00
9,144.00




KURS UANG KERTAS ASING
Update Terakhir 27 April 2012
Kode Singkatan
Mata Uang
Nilai
Kurs Jual
Kurs Beli




AUD
1.00
10,056.28
9,016.74
BND
1.00
7,800.05
6,994.53
CAD
1.00
9,831.57
8,816.07
CHF
1.00
10,642.50
9,541.06
DKK
1.00
1,718.85
1,541.33
EUR
1.00
12,786.92
11,465.59
GBP
1.00
15,679.39
14,058.68
HKD
1.00
1,248.97
1,119.93
JPY
100.00
11,976.27
10,736.35
NOK
1.00
1,685.69
1,510.75
NZD
1.00
7,885.72
7,066.71
PGK
1.00
4,980.66
4,119.06
SEK
1.00
1,440.87
1,290.31
SGD
1.00
7,800.05
6,994.53
THB
1.00
314.00
281.23
USD
1.00
9,690.00
8,690.00
I.  GUBERNUR BANK INDONESIA DARI MASA KE MASA


BAB III.
KESIMPULAN
            Bank Indonesia memiliki peranan penting dalam mengatur kebijakan moneter di Indonesia. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Dalam hubungan kerja sama dengan lembaga perbankan negara, bank Indonesia juga melakukan tugasnya untuk menjaga stabilitas keuangan negara. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
DAFTAR PUSTAKA