“Empat Modus Asian Agri Tunggak Pajak 14
perusahaan yang tergabung dalam grup perusahaan sawit Asian Agri menunggak
pajak”
Kamis, 15 September
2011, 17:09Antique, Nur Eka Sukmawati
VIVAnews - Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) menyatakan, 14 perusahaan yang tergabung dalam grup
perusahaan sawit Asian Agri menunggak pajak selama empat tahun. Nilai total
tunggakan itu mencapai Rp1,29 triliun.
Menurut Kepala Bidang Investigasi BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, ada empat modus yang dipakai Asian Agri dalam mengemplang pajak. Modus pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya.
"Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap Arman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2011.
Modus kedua, Arman menuturkan, dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Sementara itu, modus ketiga terkait manajemen fee.
Menurut Kepala Bidang Investigasi BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, ada empat modus yang dipakai Asian Agri dalam mengemplang pajak. Modus pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya.
"Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap Arman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2011.
Modus kedua, Arman menuturkan, dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Sementara itu, modus ketiga terkait manajemen fee.
"Ada kegiatan jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya,
padahal pekerjaannya tidak ada," kata dia.
Arman melanjutkan, modus keempat dilakukan dengan membebankan biaya
ke dalam keuangan. "Perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi
sebenarnya," tuturnya.
Sementara itu, besaran tunggakan pajak tersebut diperoleh BPKP setelah meneliti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dan lampirannya yang disampaikan ke Kantor Pajak Tanah Abang 1 dan 2, kemudian membandingkan dengan buku besar Asian Agri, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil audit akuntan publik.
"Kami menghitung nilai transaksi yang ada buktinya, namun tidak ada di pembukuan. Lalu menghitung substansinya," ungkap Arman.
Menanggapi pernyataan ini, pihak Asian Agri mengatakan baru akan menyatakan pendapat usai memperoleh salinan BPKP. Sebab, laporan tersebut berbentuk tertulis, pihaknya membutuhkan waktu untuk mempelajari.
"Ini menunjukkan saksi belum siap karena dari 14, baru 10 perusahaan yang selesai," ujar kuasa hukum terdakwa Agri Suwir Laut, Luhut Pangaribuan. (art)
Sementara itu, besaran tunggakan pajak tersebut diperoleh BPKP setelah meneliti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) dan lampirannya yang disampaikan ke Kantor Pajak Tanah Abang 1 dan 2, kemudian membandingkan dengan buku besar Asian Agri, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil audit akuntan publik.
"Kami menghitung nilai transaksi yang ada buktinya, namun tidak ada di pembukuan. Lalu menghitung substansinya," ungkap Arman.
Menanggapi pernyataan ini, pihak Asian Agri mengatakan baru akan menyatakan pendapat usai memperoleh salinan BPKP. Sebab, laporan tersebut berbentuk tertulis, pihaknya membutuhkan waktu untuk mempelajari.
"Ini menunjukkan saksi belum siap karena dari 14, baru 10 perusahaan yang selesai," ujar kuasa hukum terdakwa Agri Suwir Laut, Luhut Pangaribuan. (art)
1.1
Komentar:
Menurut pendapat kelompok
kami, kasus penunggakan pajak PT. Asian Agri telah melakukan berbagai
penyimpangan etika profesinya yang merugikan berbagai pihak terutama Negara,
karena dalam
kasus ini PT. Asian Agri
telah melanggar
beberapa prinsip kode etik diantaranya, yaitu:
1. Tanggung
jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang wajib
membayar pajak setiap tahun, PT. Asian Agri tidak melaksanakan tanggung jawab
dalam pembayaran pajak tersebut dengan benar. Dikarenakan penyimpangan yang
telah perusahaan lakukan selama 4 tahun. Salah satunya seperti pengeluaran dana
pribadi yang seharusnya tidak dimasukkan ke dalam biaya perusahaan. Pada
akhirnya menjadi alasan perusahaan untuk tidak membayar pajak yang seharusnya
dibayarkan kepada Negara.
2.
Prinsip Kepentingan Publik,
Disini PT. Asian Agri tidak mementingkan kepentingan publik yaitu
kepentingan Negara karena PT. Asian Agri lebih mementingkan perusahaannya
beserta anak perusahaannya untuk mengambil keuntungan dengan tidak membayar
pajak selama 4 tahun tersebut.
3.
Standar teknis
Setiap perusahaan harus melakukan jasa professionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, perusahaan harus mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan sesuai dengan standar teknis selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Beberapa penyimpangannya
antara lain menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri
di luar negeri dengan harga yang sangat rendah, sehingga perusahaan tidak
membayar pajak sesuai dengan yang ditentukan oleh Dirjen Pajak. Dan pada perhitungan laporan laba
rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
SUMBER: