KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan rahmatNya kami
dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Mengucap syukur buat
berkat yang diberikan melalui tugas ini. Dengan adanya tugas ini boleh menambah
pengetahuan kami dan
menambah pengalaman kami.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia,
atas kesempatan yang diberikan kepada kami
untuk menyelesaikan karya tulis ini. Dan pada kesempatan membuat karya tulis
ini, pengetahuan tentang Analisis kerugian dan
keuntungan bagi Indonesia semakin bertambah. Dan juga
kepada teman-teman yang memberikan motivasi dan inspirasi dalam membuat karya
tulis ini.
Dalam pembuatan karya tulis ini, kami mungkin membuat banyak
kesalahaan secara tidak sengaja. Banyak
kelemahan dalam membuat karya tulis ini. Oleh sebab itu, mengingat akan tujuan kami menulis karya tulis ini adalah
untuk menambah pengetahuan, maka kami
mohon maklum atas segala kesalahan dalam penulisan karya tulis ini. Kami juga menerima kritik dan saran pembaca karya
tulis ini dan berharap dapat menjadi inspirasi serta motivasi di penulisan
karya tulis lainnya.
Demikianlah kata pengantar dari kami. Semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
Penulis,
BAB
I.
PENDAHULUAN
Jumlah
perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun 1995 hingga kini. Yaitu dari
sebanyak 34,7 juta perokok menjadi 65 juta perokok. Ini berdasarkan data dari
Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Riset Kesehatan Dasar. “Berdasarkan jenis
kelamin pada tahun 1995 diperkirakan ada 33,8 juta perokok laki-laki dan 1,1
juta perokok perempuan. Namun, pada tahun 2007 angka ini meningkat drastis
menjadi 60,4 juta perokok laki-laki dan 4,8 juta perokok perempuan,” kata
Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Hasan, Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan,
prevalensi merokok pada usia remaja juga sangat mengkhawatirkan, jika pada
tahun 1995 hanya tujuh persen remaja merokok, lalu 12 tahun kemudian meningkat
menjadi 19 persen. Menurut dia, peningkatan yang drastis ini membuktikan betapa
efektifnya strategi industri rokok dan betapa lemahnya pemerintah dalam
melindungi remaja dari rokok.
Dikatakan
Abdillah, fenomena tersebut disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk,
tingginya pertumbuhan ekonomi, belum efektif kawasan bebas rokok dan lemahnya
peraturan tentang pengendalian konsumsi rokok di Indonesia. “Ada empat
instrumen untuk menurunkan konsumsi rokok, yaitu peningkatan harga rokok
melalui peningkatan cukai, pelarangan iklan rokok secara meluruh, peringatan
kesehatan bergambar di bungkus rokok dan kawasan tanpa rokok,” kata dia. Sementara
itu, Wakil Kepala Lembaga Demografi FEUI, Dwini Handayani mengatakan rokok
termasuk barang yang konsumsinya perlu dikendalikan dan diawasi peredarannya
karena efek rokok sangat buruk bagi perokok dan lingkungan. Dikatakannya, untuk
mengendalikan konsumsi rokok memang memerlukan biaya yang sangat besar. Ia
menjelaskan, efek buruk dari rokok akan dirasakan jangka panjang yaitu, sekitar
25 tahun ke depan.
Keberadaan
industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi mereka diharapkan
menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui
mempunyai peranan penting dalam penerimaan negara. Namun di sisi lainnya
dikampanyekan untuk dihindari karena alasan kesehatan. Peranan industri rokok
dalam perekonomian Indonesia saat ini terlihat semakin besar, selain sebagai
motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dalam 10 tahun
terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi
ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu
berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada Tahun 1994 penerimaan negara
dari cukai rokok saja mencapai Rp 2,9 triliun, Tahun 1996 meningkat lagi menjadi
Rp 4,153 triliun bahkan pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi
penerimaan cukai negara dari industri rokok menjadi Rp 4,792 triliun dan tahun
1998 melonjak lagi menjadi Rp 7,391 triliun (Indocommercial, 1999: 1).
BAB II.
ISI
A.
ROKOK SEBAGAI SALAH SATU DEVISA DAN KEKAYAAN NEGARA.
Rokok selalu menjadi perbincangan banyak orang. Hal
utama yang dibahas sudah tentu tentang berbagai masalah yang disebabkannya,
baik bagi kesehatan ataupun kualitas hidup pecandunya. Memang hampir kebanyakan
opini publik jika ditanya soal rokok akan mengarah pada sisi negatif, padahal
di balik rokok tersebut hidup juga para petani tembakau, pengusaha rokok, pekerja pabrik rokok, penjual rokok
serta orang-orang yang menjual jasa pada pengusaha pabrik rokok. Mereka semua
bisa bertahan hidup karena manfaat rokok.
Ini adalah
salah satu manfaat rokok. Selain itu, negara juga menetapkan bea cukai rokok
yang besar, tujuannya memang untuk membatasi peredaran rokok dengan menaikan
harga. Namun sepertinya strategi tersebut tidak begitu relevan dalam usaha
membatasi perdaran rokok, melainkan malah berjasa pada pendapatan negara.
Kita memang sudah tahu bahwa rokok merupakan salah
satu penghasil devisa negara. Tingginya cukai rokok disebut-sebut
sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, tercatat sebesar 16,5 triliun
Rupiah pada tahun 2004. Namun fakta selanjutnya lebih mencengangkan lagi. Masih
pada tahun yang sama pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari 127 triliun
Rupiah untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan rokok. Lebih
dari tujuh kali lipatnya sekaligus kembali menguras cukai rokok serta
pendapatan negara yang didapatkan sebelumnya. Sebuah jumlah yang mencengangkan
jika dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat umum.
Selintas memang kita lihat rokok tersebut berjasa bagi
anggaran serta kekayaan negara, padahal selain biaya untuk mengatasi
permasalahan yang timbul akibatnya jauh lebih besar, negara juga kehilangan
sesuatu yang lebih penting yaitu generasi muda yang cerdas dan sehat. Tingginya
tingkat perokok dalam masyarakat hampir-hampir mencekik segala bidang, mulai
dari pendidikan, tingkat perekonomian dan terutama kesehatan. Rokok memiliki
40.000 bahan kimia yang berbahaya, masuknya semua bahan kimia tersebut dapat
merusak fungsi organ tubuh, menyerang saraf, menurunkan daya pikir dan
menyerang gen.
Harga rokok di Indonesia sangat
rendah karena cukai yang dikenakan sangat rendah (yakni 38% terendah setelah
kamboja), sehingga konsumsi rokok meningkat. Hal ini bisa dibandingkan dengan
harga jual rokok Marlboro pada tahun 2008 yang di Singapura berharga USD 8.64,
di Malaysia USD 2,56 sementara di Indonesia hanya USD 1,01 (data dari Fact
Sheet TCSC ISMKMI). Rokok juga menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para
rakyat Indonesia. Pada data di Lembaga Demografi FE UI tahun 2006 tercatat
pengeluaran rokok sebesar 11,89%, setengahnya dari pengeluaran terhadap
padi-padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi daripada Listrik, telepon
dan BBM yang sebesar 10,95 % serta lebih tinggi dari pada Sewa dan Kontrak yang
mencapai 8,82%.
Penerimaan cukai tembakau
meningkat 29 kali lipat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp. 49,9 trilyun dari tahun
1990-2008. Ini bukti bahwa kenaikan tingkat cukai tembakau yang dilakukan
pemerintah efektif untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan fakta ini,
mitos bahwa peningkatan cukai tembakau akan mengurangi penerimaan negara dapat
terbantahkan. Ironisnya, kontribusi cukai ini terhadap total penerimaan negara
menurun menjadi 5,2% pada tahun 2008. Peningkatan cukai sebesar 2 kali lipat
akan menambah
1.
Pendapatan masyarakat sebesar
Rp. 491 Milyar
2.
Output perekonomian sebesar Rp.
333 Milyar
3.
Lapangan kerja sebanyak 281.135
Dilain sisi, peningkatan cukai
menjadi 57%, maka:
1.
Jumlah perokok akan berkurang
6,9 juta orang
2.
Jumlah kematian terkait rokok
turun 2,4 juta
3.
Penerimaan negara dari cukai
tembakau bertaambah dengan Rp. 50,1 trilyun.
B.
ROKOK SEBAGAI KERUGIAN NEGARA.
Selama ini rokok dibilang sebagai penyumbang
devisa terbesar untuk negara padahal nyatanya rokok justru menyumbang kerugian
terbesar negara. Kerugian yang ditimbulkan rokok bukan hanya masalah kesehatan
saja tapi juga masalah moral dan finansial.
Menurut data Depkes tahun 2004, total biaya konsumsi atau pengeluaran untuk tembakau adalah Rp 127,4 triliun. Biaya itu sudah termasuk biaya kesehatan, pengobatan dan kematian akibat tembakau. Sementara itu penerimaan negara dari cukai tembakau adalah Rp 16,5 triliun. “Artinya biaya pengeluaran untuk menangani masalah kesehatan akibat rokok lebih besar 7,5 kali lipat daripada penerimaan cukai rokok itu sendiri. Jadi sebenarnya kita ini sudah dibodohi, sudah tahu rugi tapi tetap dipertahankan dan dikerjakan. Inilah cara berpikir orang-orang tertentu yang bodoh,” tutur kata Prof Farid A Moeloek, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dalam acara Peningkatan Cukai Rokok: Antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan di Hotel Sahid Jakarta, Rabu (17/2/2010).
Menurut data Depkes tahun 2004, total biaya konsumsi atau pengeluaran untuk tembakau adalah Rp 127,4 triliun. Biaya itu sudah termasuk biaya kesehatan, pengobatan dan kematian akibat tembakau. Sementara itu penerimaan negara dari cukai tembakau adalah Rp 16,5 triliun. “Artinya biaya pengeluaran untuk menangani masalah kesehatan akibat rokok lebih besar 7,5 kali lipat daripada penerimaan cukai rokok itu sendiri. Jadi sebenarnya kita ini sudah dibodohi, sudah tahu rugi tapi tetap dipertahankan dan dikerjakan. Inilah cara berpikir orang-orang tertentu yang bodoh,” tutur kata Prof Farid A Moeloek, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau dalam acara Peningkatan Cukai Rokok: Antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan di Hotel Sahid Jakarta, Rabu (17/2/2010).
Prof Farid mengatakan, rokok adalah pintu
gerbang menuju kemaksiatan, penurunan moral dan lost generation. “Tidak ada
orang yang minum alkohol, terkena HIV, atau memakai narkoba tanpa merokok
terlebih dahulu,” kata Prof Farid yang juga mantan menteri kesehatan ini. “Menurut
agama saja menghisap rokok adalah kegiatan yang mubazir atau makruh. Memang
dilema, di satu sisi negara butuh uang tapi di sisi lain banyak yang dirugikan
akibat rokok,” tambahnya.
Dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 disebutkan
bahwa nikotin adalah zat aditif, sama halnya dengan alkohol dan minuman keras.
“Jadi rokok harusnya juga diperlakukan sama dengan narkoba. Artinya kalau
narkotik tidak diiklankan, merokok juga harusnya tidak boleh. Masalah rokok
juga harus ditangani secara spesial,” ujarnya. Kenaikan cukai tembakau rokok
sebesar 15 persen menurut Prof Farid dianggap tidak akan berpengaruh.
Pertama, karena rokok mengandung nikotin yang bersifat candu, jadi bagaimanapun juga orang akan terus mencari dan mencari rokok untuk memenuhi kebutuhannya.
Kedua, grafik elastisitas rokok bersifat inelastis, jadi kenaikan harga rokok tidak akan terlalu mengurangi konsumsi rokok. Ketiga, pertambahan penduduk terus terjadi dan hal ini memungkinkan semakin banyak orang yang merokok.
Pertama, karena rokok mengandung nikotin yang bersifat candu, jadi bagaimanapun juga orang akan terus mencari dan mencari rokok untuk memenuhi kebutuhannya.
Kedua, grafik elastisitas rokok bersifat inelastis, jadi kenaikan harga rokok tidak akan terlalu mengurangi konsumsi rokok. Ketiga, pertambahan penduduk terus terjadi dan hal ini memungkinkan semakin banyak orang yang merokok.
Untuk itu solusinya adalah, perlu regulasi atau
Peraturan Pemerintah (PP) khusus yang mengatur ketat penggunaan rokok.
Sebenarnya sudah banyak UU yang mengatur tentang rokok, misalnya UU Kesehatan
No 36/2009, UU Penyiaran No 33/1999, UU Perlindungan Anak No 23/2002, UU Psikotropika
No 5/1997 dan UU Cukai No 39/2007.
“Di situ ada aturannya nikotin harus dibagaimanakan. Tapi karena UU itu berjalan sendiri-sendiri maka tujuannya jadi tidak tercapai. Yang dibutuhkan hanya harmonisasi UU,” katanya.
Peningkatan cukai rokok juga menurut Prof Farid harus didistribusikan pada kegiatan-kegiatan untuk menangani sektor kesehatan. “Perokoklah yang membayar cukai tembakau sehingga sudah semestinya dana cukai dikembalikan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat,” ujarnya.
“Di situ ada aturannya nikotin harus dibagaimanakan. Tapi karena UU itu berjalan sendiri-sendiri maka tujuannya jadi tidak tercapai. Yang dibutuhkan hanya harmonisasi UU,” katanya.
Peningkatan cukai rokok juga menurut Prof Farid harus didistribusikan pada kegiatan-kegiatan untuk menangani sektor kesehatan. “Perokoklah yang membayar cukai tembakau sehingga sudah semestinya dana cukai dikembalikan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat,” ujarnya.
C. MELIHAT
DARI ANALSIS HUBUNGAN KEUNTUNGAN DARI PABRIK ROKOK PT. GUDANG GARAM PADA TAHUN
2007.
Dalam industri rokok, dominasi
dari para pelaku utama bisnis ini sudah cukup dikenal. Pada tiga tahun terakhir
(tahun 1999, 2000, 2001) ternyata 3 perusahaan rokok, yaitu PT.Gudang Garam
Tbk, PT. HM Sampoerna Tbk dan PT. Djarum, selalu masuk dalam jajaran “Sepuluh
Besar Perusahaan Terbaik di Indonesia” di antara 200 Top Companies di Asia yang
disusun peringkatnya oleh majalah Far Eastern Economic Review (FEER). Di tengah
krisis ekonomi yang dinilai belum tampak pangkal akhirnya, sungguh melegakan
bahwa setidaknya ada 10 perusahaan yang masuk kategori berkinerja prima di
antara 200 perusahaan terbaik di kawasan Asia. Menariknya, di antara 10 besar
tersebut, tiga di antaranya merupakan raksasa kretek Indonesia.
Uniknya, lokasi empat
perusahaan rokok yang mengusai pasar di Indonesia PT. Gudang Garam Tbk, PT. HM.
Sampoerna Tbk, PT Djarum, dan PT. Bentoel masing-masing amat terkonsentrasi
secara geografis. Secara regional, masing-masing Perusahaan ini berperanan
dalam tumbuh dan berkembangnya kluster industri rokok di Kabupaten Kediri, Kota
Surabaya, Kabupaten Kudus dan Kota Malang. PT. Gudang Garam Tbk didirikan pada
tahun 1958 di Kediri, pertama kali memproduksi klobot kretek. Berkat sistem
manajemen yang profesional terutama menjelang tahun–tahun awal 1980-an
perusahaan ini melejit mendahului perusahaan-perusahaan lainnya. Perusahaan ini
menjadi perusahaan publik terbesar dalam industri rokok. PT Gudang Garam, Tbk
adalah penguasa pangsa pasar terbesar industri rokok kretek di Indonesia yang
menghasilkan 74,4 miliar batang rokok atau 45,4 % dari jumlah produksi 22
perusahaan terbesar yang bergabung dalam GAPPRI. Porsi sigaret kretek tangan
(SKT) yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut terus menurun, pada tahun 1998
dari 74,4 miliar batang rokok yang dihasilkan 61,2 miliar batang rokok (82,1%)
adalah sigaret kretek mesin (SKM), sementara produksi SKT dan klobot hanya 13,1
miliar (Indocommercial, 1999:1)
Melalui merek andalannya, Gudang Garam Pada tahun 2002 Pernah menguasai pangsa pasar hingga 50%. Sumbangan terbesar Gudang Garam diperoleh dari SKM dengan merek Gudang Garam Filter International. Merek dalam segmen SKM yang dimiliki oleh Gudang Garam antara lain Gudang Garam Surya 12, Gudang Garam Surya 16, Gudang Garam Filter International Merah 12, Gudang Garam Filter International Merah 16. Sedangkan merek dalam segmen SKT yang dimiliki Gudang Garam adalah Gudang Garam King Size 12,Gudang Garam King Size 16 dan Gudang Garam Surya Pro (Indocommercial, 2002: 4)
Melalui merek andalannya, Gudang Garam Pada tahun 2002 Pernah menguasai pangsa pasar hingga 50%. Sumbangan terbesar Gudang Garam diperoleh dari SKM dengan merek Gudang Garam Filter International. Merek dalam segmen SKM yang dimiliki oleh Gudang Garam antara lain Gudang Garam Surya 12, Gudang Garam Surya 16, Gudang Garam Filter International Merah 12, Gudang Garam Filter International Merah 16. Sedangkan merek dalam segmen SKT yang dimiliki Gudang Garam adalah Gudang Garam King Size 12,Gudang Garam King Size 16 dan Gudang Garam Surya Pro (Indocommercial, 2002: 4)
PT.
Gudang Garam juga merupakan salah satu produsen rokok kretek terkemuka yang
menguasai pangsa pasar terbesar di Indonesia, memproduksi lebih dari 70 miliar
batang rokok dari 220 miliar produksi rokok nasional pada tahun 2001 atau
menguasai sekitar 32% produksi rokok nasional. Selain itu PT. Gudang Garam Tbk.
dikenal sebagai produsen rokok kretek yang bermutu tinggi. Sehingga sejak 8
tahun lalu, selain memproduksi rokok untuk memenuhi permintaan nasional, PT.
Gudang Garam juga memproduksi rokok dengan kualitas dunia untuk diekspor ke
beberapa negara di dunia seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura,
Taiwan, Korea Selatan, Saudi Arabia, Australia, Jepang, Belanda, Jerman,
Prancis dan Inggris sesuai dengan permintaan khusus atas jenis rokok yang
paling diminati oleh masing-masing negara pengimpor.
Berdasarkan sekilas deskripsi Perkembangan Industri Rokok di indonesia sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa PT. Gudang Garam Tbk. sebagai bagian dari Industri rokok di Indonesia dapat dikategorikan dalam Industri Oligopoli. Sebab, pangsa pasar rokok di Idonesia hanya dikuasai oleh 4 perusahaan besar Lokal sejenis dan satu Perusahaan Asing yaitu Philip Morris Co.Ltd. (perusahaan penghasil rokok) saat itu. Sehingga Setiap perusahaan yang bersangkutan harus mengetahui bahwa setiap kebijakan harga, kualitas, output, dan iklan yang mendorong reaksi dari pesaing merupakan kunci Keberhasilan Perusahaan dalam memperebutkan konsumen. Selain itu, kondisi persaingan yang ketat akan menjadi hambatan yang berarti bagi pesaing baru untuk masuk dalam industri tersebut
Berdasarkan sekilas deskripsi Perkembangan Industri Rokok di indonesia sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa PT. Gudang Garam Tbk. sebagai bagian dari Industri rokok di Indonesia dapat dikategorikan dalam Industri Oligopoli. Sebab, pangsa pasar rokok di Idonesia hanya dikuasai oleh 4 perusahaan besar Lokal sejenis dan satu Perusahaan Asing yaitu Philip Morris Co.Ltd. (perusahaan penghasil rokok) saat itu. Sehingga Setiap perusahaan yang bersangkutan harus mengetahui bahwa setiap kebijakan harga, kualitas, output, dan iklan yang mendorong reaksi dari pesaing merupakan kunci Keberhasilan Perusahaan dalam memperebutkan konsumen. Selain itu, kondisi persaingan yang ketat akan menjadi hambatan yang berarti bagi pesaing baru untuk masuk dalam industri tersebut
.
Salah satu prinsip penting
yang perlu dicermati oleh perusahaan dalam Industri Oligopoli adalah Perusahaan
tidak memiliki kekeluasaan terhadap Penentuan harga, faktor-faktor yang
melatarbelakanginya antara lain :
1. Kebijakan suatu perusahaan untuk
menurunkan harga dengan maksud meningkatkan permintaan hanya menghasikan
peningkatan keuntungan sesaat. Sebab, kebijakan tersebut akan memicu reaksi
perusahaan pesaing untuk melakukan penurunan harga pula. Sehingga kondisi
tarik-menarik permintaan yang terjadi antara Perusahaan dalam Industri
Oligopoli akan selalu terjadi. Kondisi tersebut dapat terlihat dalam Kurva
Permintaan Patah.
2. Sebaliknya, dalam kondisi perekonomian
yang tidak stabil, Kebijakan suatu Perusahaan untuk menaikkan harga dengan
maksud menekan kerugian atas kenaikan biaya total atau dengan maksud
meningkatkan keuntungan, akan menimbulkan reaksi dari Perusahaan pesaing untuk
tetap mempertahankan harga lama. Hal itu dilakukan perusahaan pesaing dengan
tujuan untuk menyerap permintaan baru yang timbul akibat penurunan permintaan
perusahaan yang menetapkan kenaikan harga tersebut.
A. Analisis Keuntungan Produksi Rokok PT.Gudang
Garam Tbk.
a. Internal
Analisis internal Produksi Rokok
PT.Gudang Garam adalah analisis untuk mengetahui produktifitas dan pencapaian
keuntungan atas produksi kretek PT.Gudang Garam tahun 2007. Dalam Analisis
Internal terdapat beberapa tahap analisis yaitu 1.)identifikasi faktor-faktor produksi
dan variabel-variabel yang digunakan dan mendukung fungsi-fungsi yang menjadi
indikator pencapaian keuntungan Produksi Rokok PT.Gudang Garam tahun 2007.
Fungsi-fungsi tersebut antara lain :
1.
Fungsi Pendapatan (Revenue)
Fungsi
Pendapatan dalam Produksi Rokok adalah fungsi yang menjadi indikator tingkat
penjualan Rokok selama periode tertentu. 2 Variabel yang menyusun fungsi
pendapatan adalah Harga Rokok /Batang (P) dan Jumlah Rokok (Q). Berdasarkan 2
variabel tersebut dapat ditentukan Pendapatan Total (TR), Pendapatan Rata-Rata
(AR) dan Pendapatan Marginal (MR).
a.
Pendapatan Total (Total Revenue)
Pendapatan
total dalam produksi rokok adalah pendapatan yang diperoleh melalui penjualan
atas total rokok yang diproduksi selama periode tertentu.
b.
Pendapatan Rata-Rata (Average Revenue)
Pendapatan
Rata-rata dalam produksi rokok adalah pendapatan yang diperoleh melalui
penjualan atas setiap batang rokok yang diproduksi selama periode tertentu.
c.
Pendapatan Marginal (Marginal Revenue)
Pendapatan
Marginal dalam produksi rokok adalah pendapatan Tambahan yang diperoleh
penjualan atas setiap tambahan batang rokok yang diproduksi selama periode
tertentu.
Beberapa persamaan pendapatan yang telah dipaparkan sebelumnya dan data tentang jumlah rokok yang terjual sebesar 59,986 M serta perkiraan harga rokok per-batangnya sebesar Rp.469 pada tahun 2007, dapat diketahui bahwa total Penjualan PT.Gudang Garam pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 28.158.428.000.000 yaitu meningkat sebesar 6,9% dari tahun 2006 yang mencpai 26,34 T. Peningkatan tersebut didipicu oleh pertumbuhan tingkat produksi rokok sebesar 0.5%/bulan sehingga tingkat penjualan rokok meningkat sebesar 0,5 – 0,6%.
2. Fungsi Biaya ( Total Cost)
Beberapa persamaan pendapatan yang telah dipaparkan sebelumnya dan data tentang jumlah rokok yang terjual sebesar 59,986 M serta perkiraan harga rokok per-batangnya sebesar Rp.469 pada tahun 2007, dapat diketahui bahwa total Penjualan PT.Gudang Garam pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 28.158.428.000.000 yaitu meningkat sebesar 6,9% dari tahun 2006 yang mencpai 26,34 T. Peningkatan tersebut didipicu oleh pertumbuhan tingkat produksi rokok sebesar 0.5%/bulan sehingga tingkat penjualan rokok meningkat sebesar 0,5 – 0,6%.
2. Fungsi Biaya ( Total Cost)
Fungsi
biaya dalam Produksi Rokok adalah fungsi yang menjadi indikator tingkat
pengeluaran PT.Gudang Garam untuk memproduksi rokok selama tahun 2007. Fungsi
pengeluaran atau fungsi biaya terbagi manjadi 3 yaitu :
a.
Biaya Total ( Total Cost )
Biaya
total Dalam Produksi Rokok adalah Keseluruhan Biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk menghasilkan sejumlah rokok selama periode tertentu. Biaya Total tersusun
atas Biaya Tetap dan Biaya Variabel dan berikut ini persamaan yang digunakan
untk menentukan Total Cost :
· Biaya
tetap (fix cost)
Biaya
Tetap Dalam Produksi Rokok adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan
Jumlah Rokok yang diproduksi dalam periode tertentu. Biaya tetap meliputi biaya
administrasi (biaya perlengkapan kantor), biaya umum(biaya listrik, air,
telepon dan PBB).
· Biaya
variabel (vareable cost)
Biaya
veriabel Dalam Produksi rokok adalah biaya yang besar pengeluarannya
dipengaruhi oleh perubahan tingkat jumlah Rokok yang diproduksi dalam periode
tertentu. Dalam hal ini biaya veriabel meliputi biaya pokok penjualan dan biaya
pokok produksi (bahan baku : tembakau dan cengkeh;, upah tenaga produksi) dan
biaya penjualan (transportasi, PPN/bea cukai dan lain-lain).
b. Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost )
Biaya
Total Rata-rata Dalam Produksi rokok adalah biaya Total yang dikeluarkan
Perusahaan untuk memproduksi satu batang rokok selama periode tertentu.
· Biaya
Tetap Rata-rata (Average Fix Cost)
Biaya
tetap Rata-rata Dalam Produksi rokok adalah biaya tetap yang dikeluarkan untuk
menghasilkan setiap batang rokok secara eksplisit selama periode tertentu.
· Biaya
Variabel Rata-rata (Average Vareable Cost)
Biaya
Varebel Rata-rata Dalam Produksi rokok adalah biaya yang besar pengeluarannya
dipengaruhi oleh setiap batang rokok yang dihasilkan secara selama periode
tertentu
c.
Biaya Marginal (Marginal Cost)
Biaya
Marginal Dalam Produksi rokok adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
setiap tambahan produksi rokok selama peride tertentu.
3.
Fungsi Keuntungan ( Profit)
Fungsi Profit dalam Produksi rokok
adalah fungsi yang terbentuk dari selisih yang terjadi antara Total Pendapatan
atas penjualan rokok dan Total biaya yang dikeluarkan Perusahaan untuk
menghasilkan rokok selama periode tertentu. Dalam Industri Oligopoli,
perusahaan dapat mempertahankan keuntungan tanpa menaikkan harga yang memicu penurunan
permintaan dengan cara melakukan program efisiensi penggunaan bahan baku yaitu
melalui pemilihan bahan baku alternatif dengan harga terjangkau dan kualitas
terjamin. Selain itu penghematan energi dan pemanfaatan semaksimal mungkin
teknologi yang ada dalam memproduksi Rokok.
b.
Eksternal
Analisis Eksternal Produksi Rokok
PT.Gudang Garam adalah analisis untuk mengetahui kondisi persaingan atas
penguasaan pasar Rokok PT.Gudang Garam tahun 2007 dibanding Perusahaan Pesaing
dalam industri rokok di indonesia. Melalui
analisis Keuntungan Produksi Rokok yang dicapai PT. gudang Garam Tahun 2007 dan
Tingkat Persaingan produksi rokok PT. Gudang Garam dalam Industri rokok di
Indonesia, dapat ditarik garis besar bahwa Suatu Perusahaan yang termasuk dalam
Kategori Industri Oligopoli harus memiliki 2 Target yang berjalan beriringan
yaitu :
1.
Perusahaan Mampu meningkatkan perolehan keuntungan bersih perusahaan dalam
jangka panjang.
2. Perusahaan mampu meningkatkan Total Produksi untuk menguasai pasar di atas para perusahaan pesaing dan menjadi Pihak yang dominan dalam penguasaan kondisi pasar baik dalam penetapan tingkat harga barang hingga tingkat kualitas barang.
2. Perusahaan mampu meningkatkan Total Produksi untuk menguasai pasar di atas para perusahaan pesaing dan menjadi Pihak yang dominan dalam penguasaan kondisi pasar baik dalam penetapan tingkat harga barang hingga tingkat kualitas barang.
BAB III.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
Dilihat dari segi keuntungan, pendapatan negara oleh
produksi rokok sangat besar tetapi sama dengan pengeluarannya dikarenakan bea
cukai yang cukup besar. Manfaat dari
rokok hanya berada pada produsen yang menghasilkan rokok. Tentunya juga untuk
para pekerja dan buruh yang terkait dengan pembuatan rokok. Karena rokok mereka
dapat mencapai keuntungan yang besar dan dapat bertahan hidup. Lain halnya
dengan pengguna, khususnya para remaja dan orang tua yang mayoritas
mengkonsumsi rokok setiap harinya. Sampai ada yang menjadi perokok berat. Rokok
dapat merusak kesehatan karena banyaknya unsur-unsur zat kimia yang terkandung
didalamnya.
Dilihat dari pabrik yang memproduksi rokok yaitu PT.
Gudang Garam, PT. Gudang Garam Tbk. adalah salah satu Perusahaan Rokok dari 4
Perusahaan besar lainnya seperti PT. HM Sampoerna, PT. Djarum, Philip Morris
Co.Ltd dan PT. Bentoel yang termasuk dalam kategori Industri Oligopoli dengan
menguasai hingga 30% Produksi Rokok Kretek Nasional pada tahun 2007. Dalam
Persaingan Industri Rokok sebagai Industri oligopoly, Setiap perusahaan terkait
memiliki peran untuk saling meningkatkan produksi rokok dengan tujuan menjadi
perusahaan yang dominan dalam penguasaan pasar sehingga memiliki kekuatan untuk
menetapkan standar harga dan kualitas rokok yang ada dalam pasar yang secara
tidak langsung akan memberikan reaksi perusahaan pesaing lain untuk menyesuakan
diri.
B.
KRITIK DAN SARAN.
1.
Dari makalah yang telak kami
buat ini kami berharap negara Indonesia tidak hanya memanfaatkan rokok sebagai
penghasil devisa negara, tetapi juga sebagai motivasi untuk mengurangi jumlah
kematian akibat rokok dan pengeluaran bea cukai yang cukup besar untuk produksi
rokok.
2.
PT. Gudang Garam walaupun
sangat membantu sebagai penerimaan penghasilan negara tetapi juga sebagai
neraka bagi Indonesia, karena banyaknya jumlah kematian yang dihadapi rakyat
Indonesia karena rokok. Tetapi juga PT. Gudang Garam sebagai sponsor terbesar
untuk menuju kemajuan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
· http://www.google.co.id/search?tbm=isch&hl=id&source=hp&biw=1116&bih=448&q=perekonomian+indonesia+di+era+sebelum+orde+baru&gbv=2&oq=perekonomian+indonesia+di+era+sebelum+orde+baru&aq=f&aqi=&aql=&gs_l=img.3...448l10457l0l11807l36l35l1l20l20l1l388l2549l5j4j1j4l14l0.frgbld.#hl=id&gbv=2&biw=1116&bih=448&tbm=isch&sa=1&q=+C.%09MELIHAT+DARI+ANALSIS+HUBUNGAN+KEUNTUNGAN+DARI+PABRIK+ROKOK+PT.+GUDANG+GARAM+PADA+TAHUN+2007.&oq=+C.%09MELIHAT+DARI+ANALSIS+HUBUNGAN+KEUNTUNGAN+DARI+PABRIK+ROKOK+PT.+GUDANG+GARAM+PADA+TAHUN+2007.&aq=f&aqi=&aql=&gs_l=img.12...0l0l13l145l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0.frgbld.&pbx=1&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=8a585b9f3d640316
Tidak ada komentar:
Posting Komentar