Jumat, 03 Januari 2014

CERPEN (Tulisan Bahasa Indonesia)

       Cinta Lama yang (Tak) Bersemi Kembali

       Tender dari sebuah perusahaan produk shampoo yang cukup ternama kali ini memang cukup berat. Selain calon klien banyak memberi persyaratan yang rumit, ditambah para perusahaan jasa periklanan yang mengikuti tender tersebut juga bikin dag dig dug jantung. Namun, Giana selaku account executive manager sangat optimis. Aura yakinnya berusaha ditularkan kepada seluruh rekannya yang menangani tender tersebut. “Optimis pasti. Ya, tidak apa dicoba dulu. Aku Cuma pendukung dibelakang aja ya. Tender yang lalu ‘kan aku yang nangani kalah!” seru Dita, satu rekannya saat meeting. “Ya sudahlah, kalah bukan berarti setiap saat harus kalah ‘kan?” ujar Giana yang bekerja di biro iklan kelas menengah lokal. Maksudnya perusahaan lokal adalah bukan afiliasi perusahaan periklanan asing yang biasanya oleh perusahan-perusahan produk dianggep bonafide.

       Jam makan siang sudah hampir selesai. Giana segera bersiap ke kantor perusahaan calon klien, shalat, dan merapihkan diri. Usai shalat Giana berdoa cukup lama dan panjang. Dia ingin Allah benar benar membantunya kali ini. “Tanpa-mu, aku tidak bisa apa-apa dan bukan siapa-siapa. Jadi, tunjukkan dan bantu aku menghadapi segala yang harus kuhadapi, ya... Allah. Amien,” khusyuk Giana berdoa. Jam sudah menunjukkan pukul 13.20, Giana segera mengambil tas dan berkas-berkas presentasi. Lima rekannya (Dita, Haris, Risa, Adam, Faris) yang ikut mendampinginya juga sudah siap.

       Dua puluh menit mereka sampai di kantor perusahaa calon klien. Sangat mewah kantornya. Mereka naik lift ke lantai 20, tempat meeting presentasi akan berlangsung. Sampai disana, sudah ada tiga kompetitor jasa periklanan yang lain. Dua diantaranya berasal dari jasa periklanan asing. Ini pesaing berat, pikir Giana. Bukan apa-apa, sering calon klien langsung menunjuk periklanan asing itu. Mereka menganggapnya mempunyai prestise tersendiri, kualitasnya dirasa oke. Padaha belum tentu! Masih banyak perusahaan iklan lokal, seperti perusahaan Giana berada, juga memiliki standar kualitas yang tidak kalah mutunya dengan perusahaan perusahaan asing tersebut.Untungnya, perusahaan produk shampoo ini bersikap adil. Mereka membuka peluang untuk perusahaan iklan mana saja untuk mengikuti tender ini. Semoga mereka memang benar benar bijak memilih bukan basa-basi.

       Giana dan rekan mendapat giliran presentasi iklan pada urutan kedua. Sambil mennggu, mereka asyik membuka laptop, ada yang bermain game, menyelesaikan tugas kantornya yang lain, dan mendengarkan lagu-lagu. Dengan tenang, Giana mengambil teh panas yang sudah disediakan. Buatnya, teh sangat berguna selain membuang racun dalam tubuh, juga sangat menenangkan jiwa. Dia lalu melihat laptop putihnya, Lagi lagi dia membaca bahan yang akan dipresentasikan nanti. “kira-kira, Arif masih disini enggak yaa? kalau disini, saya jadi grogi. Ganteng tapi dingin banget,” bisiK Dita kepada Faris. “masih kali... saya belum pernah dengar ada nama Arif ditempat lain. Namanya aja juga asing banget,” balas Faris cuek. Obrolan mereka didenger Giana yang ada disebelah Faris. Dia sempat tertegun. Arif ? Oh... nama itu ya... Duh apa iya ? Ah masak sih? Belum sempat Giana perpikir tentang Arif, mereka dipanggil untuk masuk kedalam ruangan. “Yakk... terima kasih!” jawab faris sambil memanggil rekan-rekannya dengan anggukan untuk masuk ke ruang meeting.

       “Ya... silahkan. Selamat dat... Gi, Giana...,” Laki-laki itu menyambut kehadiran Giana dan rekan-rekannya. Tampak antusias hingga kemudian laki-laki itu berubah dengan aura terkejut. Dia tiba-tiba menyadari bahwa perempuan di hadapannya sangat dikenalnya. “Arif...,” Giana berbisik pelan. Dita, Faris, dan rekannya yang lain menatap Giana dengan tanda tanya. “Hem, maaf. Selamat datang rekan-rekan dari Abunawa Agency. Terima kasih telah datang memenuhi undangan kami untuk presentasi pertama...,” laki-laki yang dikenal bernama Arif itu kemudian sigap membawa dirinya. Dia tampak cukup tekejut dengan kehadiran Giana pada presentasi itu. Namun, dia menyadarkan dirinya, dan berusaha menenangkan diri. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Tak berbeda dengan Giana. Ingin rasanya dia keluar dari ruangan dan tak kembali lagi. Bahkan apa yang ingin sampaikannya dalam presentasi itu nyaris hilang. Kalau boleh, dia akan delegasikan tugas itu kepada Faris. “Iya, silakan Saudara untuk memulainya,” Arif menyilakan. Giana mengangguk. Giana berusaha profesional. Syukurlah, doa Giana siang tadi menguatkan dirinya untuk melakukan presentasi.

       Giana bangkit dari ranjangnya. Sunyi malam itu menambah dirinya semakin teriris. Dia mendekati jendela apartemennya. Kilau-kilau lampu tampak di sana-sini. Ini memang kota metropolitan, Jakarta. Di kota ini Giana memang tinggal sendiri. Dia berusaha mandiri. Meninggalkan kedua orang tuanya dan dua adiknya di kota Yogyakarta.
Tanpa terasa gadis berlesung pipi itu meneteskan air mata. Bahkan semakin deras. Keharuan yang baru dia rasakan setelah terjadi lama. Giana tak menyangka akan menemui laki-laki itu setelah sekian lama berlalu. Bahkan, laki-laki itu kini adalah calon kliennya. Giana sudah berusaha keras melupakan sosoknya. Sosok yang dulu pernah tersimpan di hatinya yang paling dalam. Jadi teringat sejarah hidupnya. Tepatnya tiga tahun yang lalu. Saat masih di Yogyakarta, tempat lahir dan tempat tinggalnya sekaligus. Giana mengenal Arif pun disana. Mereka kenal sejak kuliah. Satu kampus, hanya berbeda fakultas. Giana mengambil komunikasi massa, sedangkan Arif di fakultas manajemen. Awalnya kedekatan mereka juga tidak sengaja. Suatu hari ada kegiatan kampus, namanya Gebyar Musik Kampus, Dari Kita untuk Kita. Tanpa kata-kata “I love you”, mereka sudah tidak dapat terpisahkan. Semua rekan di kampus juga tahu. Jadi, bukan rahasia lagi.
       
       Hubungan keduanya terjalin cukup erat hingga mereka lulus kuliah dan kerja. Giana saat itu menjadi asisten dosen. Dia memang tertarik untuk menjadi seorang dosen. Sedangkan, Arif membantu perusahaan bapaknya di bidang property. Walau masih muda, mereka berencana meneruskan hubungan ke jenjang perkawinan. Tak disangka, hubungan mereka ternyata tidak direstui orangtua Arif. Mereka sudah punya jodoh untuk putra semata wayangnya. Arif berusaha bersikukuh dengan pendiriannya. Dia tetap meyakinkan Giana kalau mereka akan segera menikah. Seperti cerita-cerita di sentron saja “kalau perlu kita kawin lari, aku tak peduli! Masak sudah zaman begini hidupku seperti Siti Nurbaya,” tegas Arif saat itu kepada Giana. Gadis itu terharu mendengarnya. Dia semakin mantap dengan pilihannya. Giana selalu berangan-angan kalau dia dan Arif akan hidup bersama di rumah mungil, mempunyai anak yang tak kalah mungil dan lucu-lucu, ah... andai saja....
****
       Baru saja mendekati pintu masuk kantor, Dita tiba-tiba saja berteriak daribalik pintu menyambut kedatangan Giana. “Gie, wah... alhamdulilah..., kita maju lagi untuk tes materi iklan selajutnya. Tes materinya besok. Wah hebat loh, kita bisa mengalahkan Adbiondo Agency,” Dita tampak girang. Sepertinya kekalahan tender tang pernah dipimpinnya untuk perusahaan produk shampoo yang sama terbalas sudah. “Oya, alhamdulilah... kalau begitu kita siapkan materinya,” ujar Giana semangat. Kesedihan semalam coba dilupakannya.
****
        Tender tes kedua kali ini diikuti empat perusahaan. Perusahaan jasa iklan lainnya tak lolos pada seleksi tender pertama. Giana dan kelima rekannya dalam satu tim mendapat jatah presentasi di urutan terakhir. Sebenernya ini kebanggaan buat Giana. Buat perusahaan layanan jasa iklan seperti dirinya, perusahaan produk shampoo ini begitu sangat selektif untuk menentukan materi iklan produk shampoonya. Tak mau sembarangan. Karena itu, bisa lolos masuk ke tes kedua saja sudah alhamdulilah... Giana bersyukur sekali! Namun, disisi lain, Giana tidak ingin melanjutkan memenangkan tender ini. Gara-gara kehadiran Arif di perusahaan produk shampoo tersebut.

       “Selamat datang kami ucapkan kepada Saudara-Saudara dari Abunawa Agency. Kami ucapkan selamat telah lolos dari tes tender beberapa waktu lalu. Kami persilakan kepada Saudara untuk dapat mempresentasikan materi iklan untuk produk shampoo kami,” Arif membuka pertemuan itu. Sosoknya semakin menawan dengan balutan kemeja polos berwarna ungu dihiasi dasi bermotif corak garis warna putih dan biru tua itu. Giana tampak siap menjalankan tugasnya. Tes kedua kali ini tidak seperti tes pertama. Pihak perusahaan produk shampoo ini banyak bertanya, memberi kritik, dan saran atas presentasi yang disampaikan Giana. Tim Giana menjawab dan menanggapi semuanya seoptimal mungkin.

       Usai presentasi tersebut, Giana dan rekan-rekannya mengucapkan terima kasih dan beranjak dari ruang pertemuan itu. Belum sampai di depan pintu lift, Giana mendengar ada orang yang memanggilnya dari belakang. “Giana...” lalu Giana menengok dari belakang. “Pak Arif...,” Risa membalas panggilan itu dengan cengengesan. Adam memperingati Dita dengan melototkan kedua matanya. “Maaf kita bisa bicara sebentar?” Arif memohon Giana untuk mengikutinya ke ruang pertemuan dekat toilet. Rekan Arif yang berada di sebelahnya tampak ramah menyilakan Giana pula. Giana tampak ragu. “Kami tunggu di lobi ya,” Haris buru-buru mengatakan itu. Apa boleh buat Giana menuruti permintaan Arif. Dita, Haris, Risa, Adam, dan Faris tak lama masuk ke lift yang terbuka pintunya.
      
        “Apa kabar Gie? Kita... kita sudah lama sekali tak bertemu ya?” Arif membuka percakapan. Mereka berdua berada di sebuah ruangan pertemuaan yang bersebelahan dengan toilet. Pintu ruangan tersebut sengaja dibuka lebar-lebar. Rekan Arif menunggu di luar ruangan, duduk di sofa sambil membaca koran yang memang disediakan di ruang tunggu itu. Giana duduk di salah satu bangku ruang pertemuaan itu. Arif mengambil bangku yang berhadapan dengan Giana. Mereka dipisahkan oleh sebuah meja besar dan panjang, seperti sebuah rapat yang hanya dihadiri mereka berdua.
       
       “Gi... aku sudah lama ingin sekali membicarakan ini sama kamu. Sudah lama sekali, tapi aku tidak sanggup untuk menemuimu lagi. Tidak sanggup. Aku cuma ingin bilang, maafkan aku,” tergesa-gesa Arif mengatakannya.

      Giana terdiam sesaat. Giana tiba-tiba bangkit dari bangkunya. Hatinya terusik dengan pernyataan Arif. Dia seolah-olah begitu sakit ditinggal pergi Arif yang memilih menikan dengan perempuan lain. “Mengapa harus meminta maaf? Kamu pikir aku ke jakarta untuk menghindarimu? Kamu pikir aku menganggap kamu salah? Ujar Giana dengan nada tinggi. Arif tersentak dengan pernyataan Giana. Dia menatap Giana dan belum berani berkata apa-apa. “Sudahlah, Rif... kita sudah sama-sama dewasa, kita juga punya satu akidah . Agama kita ‘kan sudah mengajarkan, yang namanya jodoh, mati, rezeki sudah ada yang mengatur. Yang mengatur Allah. Jadi, ya... aku juga tidak bisa apa-apa kalau Allah sudah memutuskan itu. Jadi, aku ikhlas Rif. Belum tentu kalau kita memaksa menikah dulu itu... kita akan menjadi baik, ya ‘kan? Semua memang sudah ada yang mengatur. Ngomong-ngomong, sudah punya anak belum?” kata Giana. Tiba-tiba ada kekuataan lain yang masuk ke jiwanya. Hati Giana yang nelangsa berubah luluh. Kata-kata itu tulus keluar dari hatinya yang paling dalam. Benar-benar allah punya kuasa! Kalau Arif tahu, semalam Giana menangis sesenggukan karena ini.

       Arif yang mendengar pernyataan Giana tampak sumringah. “Aku punya putri cantik. Azzahra namanya. Nih fotonya banyak di handphone-ku”, ujar Arif.  Karena Mereka asyik membicarakan Azzahra yang lucu, yang umurnya baru tiga tahun, dan senangnya meniru tingkah laku ibunya. Mereka tertawa bersama. Giana bahkan sempat protes dengan permintaan tim Arif dengan iklan shampoonya yang menurut Giana: Terlalu!!! Arif menanggapinya dengan tertawa. Mereka lepas seperti kawan yang sudah tak bertemu karena jarak, hingga akhirnya bertemu lagi. Perih itu sudah sembuh. Tak perlu dibahas lagi. “Terima kasih Allah. Ternyata urusan ini begitu mudah. Kamu begitu mudah membalik-balikan hati manusia. Ternyata tak sedih apa yang kukira. Biasa banget. Arif adalah masa lalu. Semoga Arif bahagia terus dengan istri dan anaknya. Aku juga akan menyusul nanti. Tahu deh sama siaa... hik!” tulis Giana di diary-nya. Ya, cinta lama tak perlu bersemi kembali.


§    Kalimat atau kata-kata yang miring (Italic) merupakan suatu bentuk kata atau kalimat yang menggunakan kata sehari-hari atau menggunakan kata bahasa inggris. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar